BENGKEL SOLAR CELL DI SEKOLAH SMK 3 MERAUKE
Beberapa kampung di Merauke sudah menggunakan solar cell dalam memenuhi kebutuhan listrik. Namun, mereka kerap kesulitan kala terjadi masalah. Untuk itu, bengkel-bengkel solar cell mulai dibangun di sekolah-sekolah. Bengkel pertama di SMK Negeri III. Menyusul SMK Santo Antonius.
Kepala SMKN III Drs Jan Enoch mengatakan, guna mendukung bengkel ini mereka menempatkan enam guru elektro dan menangani solar cell dua orang.
Sebelum dibangun bengkel, para guru telah mengikuti pelatihan di Bandung dan WWF mengadakan diskusi terbatas mengenai implementasi bengkel solar cell dan energi terbarukan di Merauke.
Southern Leader Yayasan WWF Indonesia Program Papua mengatakan, masyarakat sudah banyak memakai solar cell di Merauke. Terutama di pedalaman yang tidak terjangkau PLN.
Sejumlah kampung telah menggunakan solar cell, misal Kampung Yanggandur, Tomer, Kaliki, Buepe, Senegi, dan Wayau. Pemanfaatan solar cell memiliki kesulitan tinggi terutama karena pemahaman kurang, penguasaan teknologi masih rendah. Untuk itu, bila terjadi kerusakan, mereka kesulitan. Bengkel-bengkelpun perlu ada.
Solar cell menggunakan energi matahari hingga bisa hemat. “Tidak memerlukan bahan bakar, dapat beroperasi otomatis dan manual, tanpa suara serta tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, dapat dipasang dimana saja dan dapat dipindahkan sesuai kebutuhan. Solar cell dapat sentralisasi.”
Dengan sistem sentralisasi ini listrik disalurkan melalui jaringan distribusi ke tempat-tempat yang membutuhkan. Bisa juga desentralisasi alias berdiri sendiri atau individual dan tak memerlukan jaringan distribusi.
Alat utama menangkap sinar matahari, pengubah dan penghasil listrik adalah modul/panel solar cell. Dengan alat ini, sinar matahari menjadi listrik.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Pengajaran menyambut baik pemasangan bengkel solar cell ini. Menurutnya, kebutuhan listrik dengan memanfaatkan solar cell akan sangat membantu guru di pedalaman yang belum tersentuh listrik negara.