LP4I Wilayah Adat Ha Anim Dibentuk dan Dideklarasikan di Merauke
Merauke, InfoPublik– Lembaga Pusat Pelayanan Perempuan Papua Indonesia (LP4I) Wilayah Adat Ha. Anim yang meliputi Kabupaten Merauke, Boven Digoel, Mappi dan Asmat dibentuk dan dideklarasikan dengan pengukuhan LP4I 4 kabupaten tersebut oleh Ketua DPP LP4I Pusat, yang juga sekaligus Ketua DPD LP4I Provinsi Papua Abriyani Heremba, di Gedung Vertenten Sai, Keuskupan Agung Merauke, Kamis (16/4).
Untuk Ketua LP4I Kabupaten Merauke adalah Yohana Gebze, Ketua LP4I Kabupaten Boven Digoel Magdalena Kambuntinggan, LP4I Kabupaten Mappi Esebia Tapaimu dan LP4I Kabupaten Asmat Monica Durum, S.Pd.
‘’Ini merupakan pembentukan dan deklarasi pertama yang kita lakukan di wilayah adat Ha. Anim. Sedangkan wilayah adat lainnya akan kita bentuk dan deklarasikan setelah dari Wilayah Adat Ha Anim,’’ kata Sekretaris DPD LP4I Papua Thelma Numberi.
Abriyani Heremba mengungkapkan, tujuan dibentuk LP4I ini, karena selama ini perempuan Papua cenderung kurang diperhatikan dan diberdayakan. Kehidupan perempuan Papua masih jauh dari kondisi ideal.
Menurutnya, berbagai kendala dihadapi baik di lingkungan keluarga inti, keluarga besar, lingkungan sosial maupun dalam kehidupan berwarga negara. Hal ini antara lain, belum maksimalnya pemberdayaan perempuan oleh Pemerintah Papua sesuai yang dimaksud tujuan, jiwa dan semangat UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua.
‘’Melihat kondisi perempuan Papua dan potensi besar yang dimilikinya, LP4I merasa terpanggil untuk berpartisipasi dengan memberikan serangkaian pelayanan kepada perempuan Papua di antaranya menyangkut pendidikan, sehingga perempuan-perempuan Papua ke depan cerdas, dapat mandiri baik di dalam keluarganya sendiri maupun di tanahnya sendiri,’’ katanya.
Sementara itu, Koordinator LP4I Wilayah Adat Ha Anim Viktoria Theresia Waap, S.Sos,. mengungkapkan, berbicara mengenai perempuan sangatlah kompleks karena begitu banyak tanggung jawab yang luar biasa diemban oleh seorang perempuan khususnya perempuan Papua di bagian Selatan papua.
‘’Mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dengan sangkur sagu di hutan atau jualan di pasar, lalu mengurus suami dan anak, tapi masih sering mendapatkan perlakuan kekerasan dikarenakan tidak adanya penghormatan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan dan lemahnya pemahaman dan pendidikan membuat mereka tidak berdaya,” katanya.
Ditambahkan, perempuan Papua harus menjadi subyek pembangunan bukan menjadi obyek, sehingga dibutuhkan mentalitas yang kuat dan tidak ketergantungan terhadap pihak manapun, dalam hal ini kepada kaum laki-laki. Pola pikir perempuan harus diubah sehingga mampu menjadi perempuan mandiri, motivasi diri sendiri serta perempuan-perempuan lainnya menjadi perempuan mandiri dalam segala aspek kehidupan. (02/mcmerauke/Kus)
0 komentar
belum ada komentar