Muslim Papua di Kota Jayapura Sambut Ramadan dengan Bakar Batu
Hujan deras mengguyur Kota Jayapura pada Minggu siang, 5 Juni 2016, sekitar pukul 10.00 WIT. Hal ini, tak menjadi kendala bagi komunitas muslim Wamena di Kota Jayapura, Papua menggelar prosesi “bakar batu” menyambut masuknya bulan puasa ramadan tahun 1427 Hijriyah/ 2016 Masehi.
“Wa wa wa!” teriak mereka dengan penuh kegembiraan saat acara bakar batu mulai dilakukan di halaman Mushola Firdaus Asso, Angkasa Auri, Kota Jayapura, Papua. Biasanya bakar batu identik dengan upacara adat bagi suku-suku di wilayah pegunungan tengah Papua. Tapi kesempatan ini dilaksanakan menyambut puasa bagi kaum muslim.
Ketua Komunitas Muslim Papua Wamena di Jayapura, Hadiman Asso mengemukakan, saat ini jumlah muslim di komunitasnya berjumlah 67 jiwa dari 25 kepala keluarga. Komunitas muslim Wamena ini terletak di Kampung Meteo, Distrik Jayapura Utara, Angkasa, Kota Jayapura, Papua.
“Saat ini kami adalah keturunan generasi ketiga Firdaus Asso, pemuda asal Kampung Walesi yang pertama kali hijrah ke Jayapura. Ini sebabnya, kami memberikan nama mushola ini dengan namanya untuk menghormatinya,” kata Hadiman saat ditemui KABARPAPUA. CO, disela-sela proses bakar batu.
Menurut Hadiman, acara Bakar Batu kerap diselenggarakan tiap menyambut sesuatu yang dianggap spesial seperti ramadan tahun ini, dan kali ini merupakan acara yang keenam kalinya.
Acara bakar batu itu, kata Hadiman, sebagai salah satu sarana menjalin tali silaturahmi sebelum memasuki bulan puasa ramadan, dan saling memaafkan serta memberikan ucapan selamat menunaikan ibadah puasa kepada kerabat dan keluarga.
“Setelah selesai melakukan puasa, kita bisa memberikan ucapan selamat atas kemenangan yang kita raih dalam menjalankan ibadah puasa,” jelas Hadiman.
Menurut Hadiman, sebelum memulai proses bakar batu, pihak laki-laki menyiapkan tungku untuk membakar batu, sementara perempuan menyiapkan bahan makanan yang akan dimasak dalam bakar batu, seperti ubi, singkong, pisang, ayam dan sayuran lainnya.
“Bahan ini merupakan sumbangan bersama hingga terkumpul sebanyak Rp3 juta, dan ada pula yang diambil dari kebun sendiri,” kata Hadiman.
Batu yang digunakan diambil dari batu gunung, lalu batu ini dibakar di atas tungku kayu selama 2 jam atau batunya sudah terlihat berwarna kuning. Setelah itu, batu diangkat menggunakan batang kayu yang ujungnya di bagi dua sebagai penjepit batu.
Selanjutnya batu panas ini disimpan di dalam lubang berukuran setengah meter dan ditutup menggunakan daun atau alang-alang. Bahan makanan yang sudah dicuci bersih diletakkan di atasnya, dan didiamkan selama 3 jam lebih.
“Setelah bahan makanan seperti sayur sudah masak, ada yang di bawa pulang buat sahur dan ada juga yang langsung makan di tempat. Sebenarnya langsung di makan di tempat sebagai wujud persaudaraan sesama umat muslim khususnya di komunitas ini,” jelas Hadiman.
sumber : http://kabarpapua.co/